Kamis, 08 Mei 2008

Makassar – IRM – Walaupun Muktamar IRM ke-16 masih dirasa lama, tapi bukan berarti kerja-kerja tim tidak dilakukan sejak sekarang. Dalam momentum perubahan nama dari Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), maka dibentuklah tim materi Muktamar IRM. Berdasarkan keputusan Konpiwil IRM di Makassar akhir Januari 2008, ditentukanlah tim materi Muktamar IRM yang sejatinya akan membahas tentang perubahan nomenklatur dari IRM menjadi IPM. Secara resmi nama-nama yang dikirim oleh masing-masing wilayah tinggal menunggu SK PP IRM untuk segera merumuskan agenda-agendanya. Dalam Muktamar kali ini, tema yang akan diangkat adalah GERAKAN PELAJAR BARU UNTUK INDONESIA YANG BERKEMAJUAN. Melalui tema inilah, nantinya tim materi akan menapak babak baru dari gerakan pelajar Muhammadiyah untuk Indonesia yang berkemajuan. Berkemajuan bisa dipahami sebagai bentuk anti-stagnan dan selalu dinamis untuk perubahan dan kesejahteraan pelajar itu sendiri. Karena itu, di samping tim materi yang telah ditetapkan di atas, seluruh kader IRM di manapun berada dan dari segala lapisan struktur (PR, PC, PD, PW, dan PP) bisa memberikan sumbangsih pemikiran, saran, dan kritik yang konstruktif bagi momentum perubahan nama ini. Mari kita songsong perubahan nama ini tidak sekadar ganti baju dan ganti kostum. Tetapi secara paradigmatik, ada pergeseran identitas dari ”Remaja” ke ”Pelajar”. Selamat berjuang, tim materi dan seluruh calon kader IPM. (alf)

Rabu, 07 Mei 2008

Eko Prasetyo: Penerbit Harus Punya Identitas Jelas!

Sleman – IRM – (Minggu, 4/5/2008) Segenap kru Kuntum yang terdiri dari Iwan Setiawan (Pemimpin Perusahaan), Dani Kurniawan (Pemred), Ridho Al-Hamdi (Redaksi), dan Djunaedi (Lay Outer) melakukan kunjungan ke rumah pribadi direktur Resist Book, Eko Prasetyo, di kediaman di Perumahan Griya Mutiara, Brebah, Sleman. Dalam kunjungan itu pula ditemani oleh salah satu pengurus PW IRM Sulawesi Selatan, Alfan Amin.

Dalam kunjungan yang diterima di Rumah Pengetahuan Amartya (RPA) milik Mas Eko ini, teman-teman Kuntum berbicara dan sharing pengalaman tentang dunia penerbitan buku. Menurut Mas Eko, di tengah harga kertas yang semakin melambung tinggi ini nalar masyarakat Indonesia juga semakin turun minat bacanya. Ini terbukti, lanjutnya, dengan minimnya indeks penjualan buku di beberapa penerbit, termasuk di Resistbook.

Dalam jangka dekat ini, Kuntum akan segera membentuk divisi penerbitan dengan judul buku pertamanya yaitu Humor Mang Kunteng. Untuk nama penerbitnya masih belum dipastikan. “Kita tunggu saja tanggal mainnya,” ungkap Iwan, yang juga masih menjadi mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Jadi, pada kunjungan yang dilakukan malam hari tersebut ingin menggali pengalaman tentang penerbitan yang terjadi di Resistbook. “Kunci utama dalam penerbitan itu ada tiga, marketing, distributor, dan keuangan,” jelas Mas Eko yang juga aktivis Pusham UII ini. Ketika Insist Press dulu pecah, saya mengajak tiga orang yang paham tentang tiga hal tersebut (marketing, distributor, dan keuangan) dan akhirnya mendirikan Resistbook.

Selain itu, untuk mendirikan sebuah penerbitan haruslah memiliki identitas yang jelas. Sebuah penerbit tidak sekadar menerbitkan sembarang buku. Tapi harus fokus pada satu bidang tertentu, seperti Resist yang konsisten pada gerakan sosial perlawanan. Jika penerbit konsist, dia akan mendapatkan hati di masyarakat walaupun tidak banyak. Di Yogyakarta banyak penerbit yang mati karena memang tidak memiliki identitas dan orientasi yang jelas. Ini juga menjadi kunci penting bagi sebuah penerbitan. Selamat datang di dunia penerbitan!